Senin, 12 November 2012

Renungan untuk kita sebagai anak terhadap Orang Tua


Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin, bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan.

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah untuk anak-anaknya.
Dengan tekad untuk tetap dapat menghidupi keluarga, ibu mencari nafkah dengan berjualan sayur yang dibelinya dari hasil kebun tetangga untuk dijual ke pasar.
Beberapa tetangga yang melihat kehidupan kita yang begitu susah, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi demi menjaga perasaan serta untuk mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada anak-anaknya ibu tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ----------KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Sering kali.., ketika saat makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, aku tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Ketika aku mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingannya, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan anak-anaknya.
Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping aku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di bekas sisa tulang ikan yang aku makan.
Melihat ibu seperti itu, hati ku tersentuh, lalu dengan menggunakan sendok aku memberikan seluruh sisa ikan yang ada pada piringku kepada ibu, tetapi dengan cepat ibu menolaknya, dan berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika aku masuk SMP, demi untuk dapat membiayai sekolah aku, abang dan kakakku, ibu sering sekali pergi ke koperasi dengan membawa sejumlah anyaman rumbia untuk dijual, dan hasil jualannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup.
Di kala musim hujan tiba, aku sering terbangun dari tempat tidurku karena hawa dingin yang menyengat tubuhku, dan melihat ibu yang hanya bertumpu pada lampu teplok, tetapi dengan gigih melanjutkan pekerjaannya merajut rumbia.
Aku berkata :"Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus berjualan ke pasar." Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Pada waktu ujian tiba, ibu memutuskan untuk tidak berjualan, supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku diluar sekolah dan dibawah terik matahari selama beberapa jam.
Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental, tapi tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayangnya yang jauh lebih kental.
Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku kepada ibu sambil menyuruhnya minum.
Ibu berkata :"Minumlah nak, aku tidak haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua, sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk tetap pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit
sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya masih punya uang" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan.
Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku "Aku tidak terbiasa tinggal di kota besar" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung dan harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh diseberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta.
Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Aku melihat senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya.
Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinangan air mata.
Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, Aku tidak apa-apa" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.


Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk meluangkan waktu untuk berbincang dengan ayah ibu kita?

Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah dan ibu kita dalam kesepian.

Kita biasanya lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah, jika dibandingkan dengan pacar kita.

Kita pastinya lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita.

Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan keadaan orang tua kita?, apakah orang tua kita sudah makan atau belum?, apakah orang tua kita sudah bahagia atau belum?

Kalau memang demikian, coba kita renungkan kembali……

Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orang tua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.

Smoga bermanfaat.....!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar